Headlines News :
Home » » Penulisan Sejarah Model Kampus Harus Ditinjau Ulang

Penulisan Sejarah Model Kampus Harus Ditinjau Ulang

Written By Unknown on Minggu, 28 Juli 2013 | 06.50

BUNG KARNO pernah bilang “jangan sekali-kali melupakan sejarah (Jas Merah). Pernyataan Bung Karno ini menunjukkan betapa pentingnya sejarah bagi perjalanan sebuah bangsa.

Tapi, bagaimana jika sejarah dimanipulasi? Siapa yang paling bertanggungjawab? Tentu saja adalah para sejarawan kampus yang selama ini mengklaim dirinya sebagai penulis sejarah dengan segala representasi akademiknya.

Demikian disampaikan Ahmad Baso, sejarawan Nahdlatul Ulama (NU) usai menyampaikan orasi ilmiah tentang Historiografi Nusantara di Museum NU Surabaya, dalam rangka kegiatan Pra Munas Ikatan Keluarga Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII), Selasa (25/6/2013)

Menurut Baso, metodologi penulisan sejarah yang dilakukan oleh sejarawan kampus di Indonesia harus dirombak total. Kata dia, ada tiga kesalahan besar yang dilakukan oleh sejarawan kampus terhadap sejarah nusantara. Pertama, sejarawan kampus dalam menulis sejarah Indonesia tidak memiliki orientasi ke kemaslahatan umat. Mereka menulis sejarah dari kacamata akademik bukan kacamata masyarakat. “Sejarawan kampus hanya peduli dengan sejarah sebagai ilmu, bukan sebagai sebuah gerakan sosial. Lebih sempit lagi, hanya berorientasi pada best seller,” kritik Baso.

Karena orientasi penulisan sejarah hanya sebagai ilmu itulah, kata Baso, penulisan sejarah di Indonesia tidak memiliki akar yang kuat terhadap tradisi, nilai-nilai, dan sistem pengetahuan masyarakat.

Metodologi yang digunakan adalah metodologi barat yang hanya melihat fakta dari kacamata rasionalitas dan kenyataan empirik. Ini yang disebut Baso sebagai kesalahan kedua sejarawan kampus. Para sejarawan akademik, memandang sebelah mata tradisi sejarah lisan, yang selama ini menjadi kekuatan penulisan sejarah nusantara. Tradisi historiografi nusantara yang berupa pitutur, hikayat, serat, tembang dan sejenisnya dianggap sebagai bukan sumber sejarah yang valid. “Padahal, selama ini peradaban nusantara hidup, tumbuh dan berkembang dari situ,” tegas Baso.

Akibat dari penulisan sejarah yang tidak mengakar tersebut, kata Baso, selama kurun waktu lima dekade lebih, penulisan sejarah di Indonesia tidak memberikan kontribusi apapun bagi perbaikan bangsa. Bahkan, kata Baso, cenderung menyesatkan dan mengasingkan masyarakat dari sejarahnya.

Kesalahan ketiga, lanjut Baso, penulisan sejarah akademik mengabaikan kekuatan hati sebagai bagian terpenting dalam menulis sejarah. Padahal, para sejarawan nusantara dulu, ketika menulis sejarah diiringi dengan laku tirakat atau olah batin. Tidak heran jika karya-karya sejarah nusantara memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menggerakkan perubahan masyarakat.

Baso menceritakan, ada guru besar sejarawan Indonesia, menulis sejarah pemberontakan petani di Banten dengan tokoh kharismatiknya seorang kyai setempat. Usai merampungkan penelitiannya, oleh pihak keluarga, Sang Profesor diajak berziarah ke makam Sang Kyai. Tujuannya tidak lain berdoa sekaligus menyampaikan rasa hormat atas jasa-jasa sang kyai.

Namun, betapa kagetnya keluarga Sang Kyai, ketika Sang Profesor dengan tegas menyatakan menolak ajakan berziarah. Menurut sang profesor, kegiatan ziarah sudah di luar ranah akademik dan tidak ada lagi sangkut pautnya dengan kegiatan penulisan sejarah. “Coba Anda bisa bayangkan, ini sejarawan model apa?” tanya Baso.

Orasi ilmiah Ahmad Baso, mendapat sambutan luar biasa dari ratusan peserta yang memadati Museum NU. Tak terkecuali, Ketua IKA PMII Surabaya, Thoriqul Haq, yang sekaligus Ketua Komisi C DPRD Jawa Timur.

Menurut politisi muda Partai Kebangkitan Bangsa itu, kritik Baso sangat fundamental dan dia siap mensosilisasikan perspektif baru penulisan sejarah ini ke kampus-kampus. “NU termasuk korban dari model penulisan sejarah moden. Salah satunya Resolusi Jihad yang tidak pernah diakui dalam sejarah resmi nasional,” jelas Thoriq
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !


 
Hak Cipta Ofiq
Copyright © 2013. Suryadi Hendarman for Banten - All Rights Reserved